Minggu, Juni 08, 2008

Toleransi, Senjata Pemusnah Massal Milik Kuffar


oleh Shaykh Dr. Abdalqadir as-Sufi

Toleransi adalah 1. Dapat menerima suatu kejadian 2. Tindakan menerima sesuatu atau sesorang yang menganggu atau berperilaku tidak menyenangkan pada seseorang.

Di Jakarta pada akhir Februari 2004 lalu, diselenggarakan sebuah konferensi yang konon-disebut Konferensi Internasional Ulama Islam, dengan sub-judul "guna mengangkat prinsip-prinsip islam." Kami sudah memaparkan dalam tulisan-tulisan sebelumnya bahwa kuffar kini sedang mendalangi dialektika, yang mana hasilnya akan sama saja dari sudut pandang yang manapun, yaitu hasil yang mereka inginkan. Dialektika ini telah kita namakan sebagai Politik Isma'ili, dan adalah penyimpangan yang ke luar dari Islam, yang pas sekali dengan keadaan zaman sekarang. Teorinya adalah untuk membiarkan serangkaian aksi teror yang begitu mengerikan terjadi hingga pihak yang dituduh melaksanakannya, baik karena letih maupun benci, digiring kepada kebalikannya. Kemudian antitesanya ditawarkan kepada komunitas yang kini merasa bersalah dan malu. Solusi yang timbul yang konon dipaparkan sebagai 'ketertiban setelah kekacuan', dan sebagai 'keadilan setelah ketidak-adilan', adalah 'Toleransi'. Lebih baik bagi kita untuk menggunakan istilah tersebut dalam bentuk tulisan Perancis, yaitu Tolerance, karena istilah itu dilahirkan dengan sengaja sebagai salah satu alat kekuasaan dalam rangka pendirian negara ateis segera setelah Revolusi Perancis. Doktrin ini sebenarnya sangat tak masuk akal karena buktinya adalah kebalikannya. Jika kita amati dengan seksama jelaslah alat kekuasaan ini dibidik kepada sekelompok guna mengubah mereka agar tunduk pada tatanan moral kelompok lawannya. Dengan kata lain, mengandung dinamika satu arah. Maksud kami adalah bahwa doktrin Tolerance memaksa kelompok yang dituduhnya untuk "Toleransilah pada kita!" Terkandung di dalamnya adalah mustahilnya berlaku timbal-balik dari kelompok yang meminta ditolerir. Ini harus digarisbawahi. "Kalian harus mentolerir kita — tapi situasi anda tak bisa diltolerir karena kalian mencoba menekan kita dengan teror."

Apa yang kemudian berlaku dari proses Tolerance ini adalah hasil yang diinginkan, yaitu dihapusnya komunitas yang bersalah, apakah melalui pemusnahan dengan cara melakukan perang 'keadilan' atas mereka —yaitu perang melawan teror— maupun melalui asimilasi total pihak tertuduh alhasil sirnalah etos yang disidik melalui dialektika ini

Dari sudut pandang materialis, sesumbar mereka mengenai Perang atas Teror sebenarnya sangat menarik karena satu komunitas, dengan dukungan antek-anteknya, bersedia untuk menggelarkan semua persenjataan teknologi mereka guna memerangi musuh-musuh mereka, sampai kepada seluruh kekuatan polisi rahasia internasional mereka, bahkan hingga ditariknya kembali protokol-protokol kebebasan madani hasil jerih-payah mereka sendiri. Di sisi lain para teroris hanya memiliki badan-badan mereka sendiri yang sedia mereka korbankan dalam arena musuh mereka, yang kemudian berakibat ditimpanya komunitas mereka sendiri dengan bencana hasil bunuh-diri itu.

Tak bisa dipungkiri bahwa dari sudut Islam, seorang Muslim yang melakukan bunuh diri akan dijerumuskan kedalam Api (naarul-jahannam). Andai kita berbalik kepada penerapan doktrin politik Tolerance kita akan menghadapi masalah yang lebih parah lagi. Dipegangnya doktrin ini, dakwahnya doktrin ini, dukungan atas doktrin ini, mengajak pihak lain pada doktrin ini, adalah program kafir di zaman ini untuk menghapuskan Islam. Ideologi yang dikumandangkan oleh Nazi adalah "Kirche, Küche und Kinder" (Gereja, Dapur dan Anak-anak), sebuah program yang nampak damai dan "menjunjung kehidupan", sementara penerapan program manis ini berarti harus segera menghapus segolongan ras manusia yang mereka anggap tak mendukung ideologi ini. Melihat rencana dan pelaksanaan yang sudah berjalan dari program genosida (pemusnahan massal) atas Muslimin, Tolerance mirip dengan ideologi Nazi itu.

Alhasil tak seorangpun boleh dibiarkan memasuki dialektika kuffar. Dengan demikian dari sudut pandang Islam penolakan atas Tolerance tak terpisahkan dengan penolakan atas terorisme. Masalah terorisme adalah masalah mereka, karena kita Ummat Dunia bukanlah pelakunya, apalagi sebagian dari aksi teror dipicu oleh mereka sendiri dengan terus menggunakan agen-agen provokator mereka. Sebaliknya, Tolerance adalah masalah kita dan keteguhan kita untuk menolaknya haruslah sempurna. Jika kita tak acuh pada peringatan ini, masa depan setiap masyarakat Muslim adalah menjadi seruntun Cagar-Muslim Nasional, terusir dari segenap lingkaran kekayaan, perdagangan dan kedamaian. Komunitas Arab-Palestina yang kini hampir putus dari pendidikan Islam yang benar, tentu salah telak jika mereka kira dinding Israel ada kemiripan dengan dinding Berlin, karena dinding Berlin hanyalah pembatas antara dua masyarakat musuh yang pada intinya sama saja. Namun, sebenarnya sama dengan situasi di Pale yang mendorong para yahudi memasuki kawasan payau Polandia demi 'bersih'-nya zona masyarakat Rusia.

Kini mari kita amati dengan seksama Konferensi Jakarta. Jika ada setitikpun keraguan kita atas kuatnya komitmen kafir pada Doktrin Tolerance, maka Konferensi Jakarta dapat diacungkan sebagai bukti kuat atas sampai mana kemajuan dan kerjasama kuffar pada gerakan ini. Presiden Megawati Sukarnoputri yang tak dikenal dengan ketajaman intelektualnya, dalam pidato pembukanya di acara tersebut, dalam waktu singkat sudah mengutarakan doktrin kembarannya kuffar, yaitu Hak-hak Asasi Manusia - HAM (bacalah pidato pentingnya Hajj Abu Bakr Rieger, Rais Gerakan Dakwah se-Dunia Murabitun, sebagaimana ia sampaikan di Konferensi Fiqh Internasional di Pretoria pada Oktober 2003, tersedia di website ini). Belum lagi desahan dan gumaman Presiden Megawati yang hampir tak kentara mengenai masuknya AS ke dalam Iraq, tak selantang perlawanan Menteri Luar Negeri Perancis, yang didasari dengan hukum internasional.

Allah Ta'Ala mengatakan dalam surat Ibrahim (14:52 dalam riwayat Warsy):

(Al-Quran) ini adalah penjelasan yang cukup bagi manusia, dan supaya mereka diberi peringatan dengannya, dan supaya mereka mengetahui bahwasanya Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa dan agar orang-orang yang berakal mengambil pelajaran.

Jadi, jika kita melihat tafsir sahih ayat-ayat Quran di atas hingga ke Sunnah Rasulullah Salallaahu 'Alaihi Wasallaam, mengenai apa itu Diinul-Islam, maka akan berdampak politik yang sangat dalam. Tak ada lagi yang lebih layak untuk mengutuk Konferensi Jakarta ini selain dengan menunjukkan bahwa landasan kesombongan dalam deklarasi-deklarasinya berakibat kita menolak keberadaan Rasul kita yang tercinta, Salallaahu 'Alaihi Wasallaam.

Butir pertama Deklarasi Jakarta jelas sekali merupakan persiapan perpindahan dari Islam ke Tolérance yang bertuhan esa. Deklarasi tersebut menyerukan segenap Muslim untuk "menjunjung tinggi kedamaian, keadilan, kebebasan/kemerdekaan, kemoderatan, toleransi, stabilitas, musyawarah, dan persamaan hak, sebagai landasan asasi kehidupan manusia." Tentu saja itu sama saja dengan doktrin-nya konstitusi AS, yang berbasis ateis-humanis dan yang juga mengakibatkan bendera mereka berkibar ketika mereka maju menindas dan membunuh-massal suku-suku Amerika asli dari suku Navajo hingga Sioux dll, bahkan sampai sangat antusias ketika dengan Senjata Pemusnah Massal mereka, meluluh-lantakkan Hiroshima dan Nagasaki. Maka dari itu jika para pengusung Deklarasi Jakarta manut pada doktrin-doktrin ini, tentu saja merekalah yang akan jadi korban berikutnya.

Syekh Ahmad ibn al-Bashir al-Qalaawi ash-Shinqueeti Dalam maha-karyanya, 'Islam dalam Madzhab Madinah', menulis:

"Syekh Abu'l-Qasim Abd al-Jalil al-Qasri mengatakan mengenai 'Aqidah: 'Kalian lihatlah [orang-orang] yang sombong dan berlebih-lebihan, memandang rendah pada orang lain dan membenci mereka. Ketika orang sedemikian ditanya, "Apakah kewajiban utama? Di mata Fiqh/hukum, kapankah seseorang bertanggungjawab penuh? Apa buktinya bahwa jalan seseorang adalah jalan yang benar? Dan apakah kedzaliman yang harus dihindari sesiapapun?" — ia akan bungkam sepi bak kuburan dan lebih takut dibanding seekor hewan yang terkena perangkap. Himmah-nya yang tadinya tinggi tiba-tiba menciut jadi nihil, dan semua hal dalam nafsunya yang tadinya seperti berkuasa, berbobot dan penting, tiba-tiba tunduk. Ia menjadi tawanan ketakutan dan bungkamnya sendiri. Camkanlah bencana yang menimpanya! Camkanlah kerugian yang dideritanya!'

Aku mengatakan: 'Andaikan ia memperhatikan bencana yang menimpanya di dunia, dan ingat bahwa ketika ia wafat di (alam) kubur akan ada pertanyaan-pertanyaan Munkar dan Nakir mengenai tauhid; dan kengerian alam berikutnya akan dialami setiap manusia — yang mana tak satupun dapat selamat kecuali mereka-mereka yang telah diberkati Allah dengan ilmu bermanfaat mengenai Allah; dan bahwa yang Haq dan Bathil akan dipisahkan; dan bagaimana segala sesuatu yang tersembunyi yang berasal dari kejahiliyahan Diin akan terbuka nyata; dan bagaimana yang sombong dan berlebih-lebihan, karena berpaling dari tauhid dan karena menyibukkan diri mereka dengan apa yang tak menyangkut mereka, hanya akan menuai sesal dari apa yang mereka tanamkan di dunia ini; dan bahwa semua kesedihan dan penyesalan pada masa itu tak akan menghasilkan apa-apa.”

Ayat ketiga dalam Deklarasi Jakarta adalah, "Untuk menerima perbedaan budaya dan kemasyarakatan setiap individu sebagai rahmat dari Allah."
Itu adalah penolakan mentah yang disengaja terhadap pembeda dan fruqan yang Allah Azza Wa Jalla telah landaskan dalam Quran-Nya. Dan salah satu nama Quran adalah 'al-Furqan' (pembeda). Ayat di atas yang memuat istilah-istilah 'individu', 'kebudayaan' dan 'kemasyarakatan', adalah bahasa dan kosa-kata sosiologi, sebuah ilmu jejadian, dengan demikian para pembicara di Konferensi itu adalah para sosiolog atau para akademisi, bukan fuqaha . Dalam Surat at-Taubah (9:67-68 riwayat warsy), Allah Ta'Ala berkata:

Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan. sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itu adalah orang-orang yang fasik. Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan api Jahannam, mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah mela'nati mereka, dan bagi mereka azab yang kekal. Selanjutnya dalam surat yang sama (ayat71-73): Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di taman 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar;itu adalah keberuntungan yang besar. Hai Nabi, berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah jahannam. Dan itu adalah tempat kembali yang seburuk-buruknya.

Dalam ayat keempat kita mencapai jantung hutan belantara kejahiliyahan: "Untuk sekali lagi mendifinisikan pengajaran Islam sebagai landasan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dan untuk mendukung prinsip-prinsip kebersamaan bagi setiap individu, untuk memupuk hubungan harmonis antar agama dalam skala internasional." Setelah membaca itu semua muslim harus tahu bahwa mereka telah ditipu dalam Deen mereka. Doktrin kafir dalam ayat keempat tadi didukung oleh ayat 5 berikut: "Untuk mendukung penuh dalam pembentukan dialog antar-agama yang konstruktif sebagai landasan saling menghormati dan saling memahami."

Dari sudut Islam yang Sahih, masalah di atas dijelaskan dalam perintah-perintah dan larangan-larangan di dalam Surat at-Taubah (9:29-33). Allah Subhanahu wa Ta'Ala mengatakan:

Perangilah orang-orang ahli kitab yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang diharamkan oleh Allah dan RasulNya dan tidak ber-Deen dengan Deen yang benar, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk. Orang-orang Yahudi berkata: "Uzair itu putera Allah" dan orang Nasrani berkata: "al Masih itu putera Allah". Demikianlah itu ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah memerangi mereka , betapa sesatnya mereka! Mereka menjadikan rabbi-rabbi (yahudi) dan rahib-rahib (kristen) mereka sebagai tuhan selain Allah dan (begitu pula) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan selain Dia! Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Mereka berkehendak memadamkan Cahaya Allah dengan mulut mereka, tetapi Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahayaNya, walaupun orang-orang kafir tak menyukai. Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.

Kepada segenap Muslimin Indonesia yang mulia, lurus dan saya hormati, mohon sampaikan kabar kepada anggota-anggota dewan Nahdlatul Ulama beserta ketuanya yang menyimpang Hasyim Muzadi, yang sudah sempoyongan di pinggir jurang kekufuran, mengenai kata-kata terJaga ini dalam Quran:

Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.
Demikianlah ayat-ayat selanjutnya dalam Deklarasi itu berjalan kesana kemari tanpa tuntunan hidayah, untuk kembali kepada tesis sentral kafir pada ayat 10: "Guna memberi dukungan penuh kepada setiap komunitas internasional yang berencana untuk memupuk kedamaian, keamanan dan kemajuan, dan untuk membantu tumbunya saling menhormati, toleransi dan hubungan damai dalam rangka kedamaian global." Sekali lagi kita kembali kepada zona tanpa-oksigen-nya otak Sekjen PBB (baca: otak tanpa oksigen=sel-selnya mati/tidak bekerja)

Nampak jelas bagi kami bahwa sebagian besar penduduk Muslim dunia yang terdiri dari saudara-saudara Muslim kita di Indonesia harus mulai memisahkan diri mereka dari kepemimpinan palsu mereka yang agaknya di situasi sekarang ini tak berdaya untuk melebarkan jalan kepada Siraatal-Mustaqiim dalam hal fardhu tiang Zakat. Zakat bukanlah seperti Sadaqa yang dikeluarkan secara sukarela, namun Zakat adalah Sadaqa yang dipungut, dan ini berarti Muslimin haruslah berada di bawah pemerintahan seorang Amir Muslim yang menunjuk Amilin Zakat, yang kemudian memungut Zakat bukan dalam bentuk uang kertas (yang haram) namun harus dalam bentuk kekayaan nyata (baca: dinar Islam, dirham Islam, emas, perak, ternak, hasil bumi). Inilah kewajiban setiap pemimpin Muslim yang serius agar terhindar dari jebakan yang dipasang untuk kita. Kita harus menghancurkan dua menara Terorisme dan Tolérance. Allah memerintahkan kita dalam Surat at-Taubah (9:103-104):

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya do'a kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Mendengar lagi Maha Mengetahui. Tidaklah mereka mengetahui, bahwasanya Allah menerima taubat dari hamba-hamba-Nya dan mengetahui zakat mereka dan bahwasanya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang?

Guna menggantikan meluapnya sungai sosiologi dan filsafat yang tak bermakna dalam apa yang dinamakan sebagai "Prinsip-prinsip Islam" atau "Nilai-nilai Islami" dlsb, mari kita lihat bagaimana sebuah Konferensi Islam seharusnya dibuka. Saya menukil dari 'Islam dalam Madzhab Madinah' karangan Syekh Ahmad ibn al-Bashir al-Qalaawi asy-Syinquiiti. Perhatikan bagaimana Syekh kita yang mulia ini merujuk kita kepada seorang faqih besar yang kemudian merujuk kita kepada Imam besar ilmu Islam, dengan demikian membawa kita kepada sumbernya. Ia mengatakan:

"Al-Faakihaani dalam al-'Umda mengatakan bahwa 'Iyyad berkata: 'Ketahuilah bahwa Adzan adalah pernyataan 'aqidah dan iman yang menyeluruh, mencakup kesaksian intelektual dan juga diterimanya ilmu secara langsung (penyampaian ilmu dengan sanad): pada awal adzan terletak kesaksian pada Dzat dan ini kemudian berarti kesaksian pada ke-Mulia-an dan ke-Benar-an-Nya, begitu pula tanzih-nya, yaitu meninggalkan hubungan kebalikannya dari-Nya (dari dua hal ini) — dan ini (didapatkan dari), membaca 'Allahuakbar', karena pernyataan ini terlepas dari bobotnya, menunjuk kepada maksud kami. Kemudian muadzin bersaksi terhadap ke-Esa-an Allah dan menolak pada kebalikannya dari ini, yaitu manolak adanya syarikat (pembanding) bagi Allah. Inilah tiang Iman dan Tauhid yang mendasari semua kewajiban Diin. Kemudian muadzin bersaksi atas ke-Rasul-an, dengan demikian pengukuhan berserah-dirinya pada Nabi kita, Shalallaahu 'Alaihi Wasallaam. Prinsip ini sangatlah penting - setelah bersaksi atas ke-Esa-an-Nya: Dikatakan bahwa deklarasi ketauhidan adalah salah satu amal yang bisa dilakukan (bukan keharusan yang kaku). Bagaimanapun juga, deklarasi tauhid hanya meliput dasar-dasar asasi yang diperlukan (mengenai Allah); Kemudian dengan akal terbukalah dasar-dasar 'aqidah lainnya - mengenai apa yang wajib, apa yang mustahil dan apa yang mungkin mengenai Allah Ta'Ala. Kemudian Adzan memanggil kepada amal ibadah yaitu shalat, ini disebut setelah kesaksian pada Rasulullah, karena ilmu faraid shalat didapat dari Rasulullah Salallaahu 'Alaihi Wasallaam, bukan dari akal. Kemudian adzan memanggil kepada kejayaan (hayya ala'l-falaah), dan ini adalah penutup 'aqidah bila dilihat dari segi keimanan. Kemudian dilanjutkan dengan pengulangan iqamat guna mengumumkan bahwa shalat akan segera dimulai. Pengulangan ini kemudian menandakan peneguhan iman, peneguhan dalam qalbu, lidah dan tangan (badan) ketika pada permulaan ibadah shalat seorang abdi sepenuhnya sadar atas makna dan tujuannya, dan dengan bercermin pada imannya sendiri, dan sadar atas bobot amalannya, yang Luasnya seluas Rabb, yang mana Ia-lah yang disembah dan padaNya-lah kita berharap balasan."